Dunia Fana dan Akhirat yang Abadi

Saat berjalan ke MRT Dakota barusan tiba-tiba saya terpikir ingin sekolah pilot. Rasanya senang sekali bisa menerbangkan pesawat ke mana kita mau (tidak sebebas itu juga sih). Namun sekejap saya pun berpikir jadi pilot itu kan berbahaya. Bagaimana jika jatuh? Bisa-bisa saya mati.

Bicara takut mati, jangankan saat naik pesawat, saat duduk santai pun jika sudah ajalnya orang bisa dijemput. Tak usah terbang, berkendara motor (salah satu kegiatan favorit yang  sudah lama tak saya lakukan) pun bahkan bisa jadi lebih berbahaya.

Dalam Islam ada 3 hal pasti yang sudah ditentukan Allah. Jodoh, lahir dan kematian. Kullu nafsin dzaa iqotul maut. Masalah mati itu pasti, tapi caranya dan waktunya tak ada yang tahu. Kasarnya suka-suka malaikat saat kapan dan di mana mau menarik ruh kita sesuai dengan perintah dari Allah Swt.

Berhubung  mati itu mutlak waktunya rahasia, idealnya kita harus siap setiap waktu setiap saat. Tabungan amal shalehnya jika pun tak melimpah haruslah cukup. Jangan kalah banyak dengan tabungan keburukan. Di luar hal-hal itu tinggallah kita pasrah. Meski tak dapat dipungkiri orang paling shaleh pun mungkin ada rasa takut dengan kematian. Sebab tak ada jalan kembali dari kematian.

Dunia itu adalah tempat mengumpulkan bekal untuk akhirat. Berpetualang dalam prosesnya adalah pilihan yang mubah. Sambil diiringi dengan sekolah pilot, touring kotor ke Skandinavia, backpack ke Kanada, mendaki Gunung Semeru atau sekedar snorkling di pantai Gili air tak ada salahnya. Apalagi jika semua petualangan-petualangan di atas dengan tujuan lebih mendekatkan diri pada Allah dan mengagumi kebesaran-kebesarannya.

Dalam Islam, dunia ini adalah bagian kecil kehidupan. Setelah dunia maka akan ada akhirat. Di mana kita semua yang pernah kita lakukan dan tidak kita lakukan akan dipertanggungjawabkan. Rasulullah pernah bersabda Sesungguhnya kehidupan di dunia ini laksana air yang tinggal di jari kamu apabila kamu mencelup jari kamu ke dalam lautan yang luas. Sisanya adalah akhirat.

PS: Saya sendiri masih meragukan keinginan sekolah pilot tadi adalah serius atau sekedar celotehan hati absurd di pagi hari. Ditulis pada tanggal 31 Mei 2013 dalam perjalanan dari Dakota ke Haw Par Villa

Hari Tanpa Tembakau Sedunia


Enam tahun lalu saya pernah membuat tulisan yang bertema sama. Di hari ini di peringatan yang sama ada buah pikiran serupa yang meminta untuk dituliskan.

World-No-Tobacco-DaySalah satu hal yang saya kurang suka dari kondisi di Indonesia adalah dominasi perokok. Perokok  merokok dengan bebasnya di mana pun dia mau. Tak masalah jika ia merokok di area pribadinya. Namun bukan hal yang jarang perokok pun merokok di area publik sehingga merampas hak-hak orang. Contohnya di kendaraan umum, di restoran dan bahkan di mesjid.


Hingga hari ini belum ada bukti ilmiah yang membantah bahaya bahaya rokok. Dengan tingkat bahayanya yang tinggi, secara hukum Islam rokok adalah 100% mudarat. Artinya rokok sebenarnya bisa dikategorikan haram. Sayangnya mungkin ada beberapa pemuka-pemuka Islam sendiri yang juga perokok. Sehingga mengeluarkan fatwa rokok haram secara mutlak bukanlah pilihan. Sangat ironi, negeri dengan jumlah umat Islam terbanyak di dunia juga memiliki jumlah perokok di urutan ketiga dunia. Hanya di bawah China dan India.

Ada beberapa alasan “manfaat” rokok yang sering diungkapkan. Misalnya cukai rokok dianggap memberikan pemasukan tinggi bagi negara. Lalu produksi rokok adalah proses ekonomi yang melibatkan banyak orang mulai dari petani tembakau, buruh pabrik rokok hingga pedagang. Kurang lebihnya orang yang mengangkat alasan ini ingin mengatakan bahwa pada setiap batang rokok ada hajat hidup orang banyak.

Berikut bantahan dari alasan-alasan di atas. Untuk yang pertama masalah pemasukan dari cukai. Kementrian kesehatan sendiri telah mengeluarkan informasi yang cukup mengejutkan. Ternyata pemasukan negara dari cukai rokok jauh lebih kecil dari pada pengeluaran negara karena rokok. Artinya alasan ini sudah tidak valid lagi.

Mengenai rokok yang merupakan hajat hidup orang banyak juga adalah hal yang bisa disiasati. Pada tahap awal jika seandainya produksi rokok dihentikan orang yang menggantungkan ekonomi di sini pasti kelimpungan. Namun sebenarnya tinggal cari alternatif sumber ekonomi. Petani tembakau bisa mengganti pertaniannya dengan tumbuhan lain yang lebih bermanfaat. Buruh pabrik bisa bekerja saja pada jenis-jenis industri lain yang juga banyak. Pedagang dan distributor bisa berdagang barang-barang lain. Jika kembali lagi ke agama, dalam Islam diajarkan untuk mencari sumber mata pencaharian yang halal. Dalam masalah bahaya merokok artinya orang-orang yang terlibat dalam produksi rokok berarti membantu menyebarkan sesuatu yang kurang baik. Saya mencoba menghindari untuk memutuskan halal dan haram karena itu di luar kapasitas ilmu saya. Namun seharusnya pernyataan di atas dapat diterima logika. Saya juga sadar beberapa solusi alternatif dari ekonomi rokok di atas meski mudah diucapkan tentunya tak terlalu mudah untuk dieksekusi.

Selain bantahan mengenai “manfaat” rokok di atas saya juga ingin menawarkan beberapa solusi yang dalam jangka panjang semoga bisa menekan jumlah perokok. Pertama mulai dari keluarga. Sejak dini anak-anak harus ditekankan mengenai bahaya merokok. Tentu saja ini artinya orang tuanya pun dua-duanya tidak boleh ada yang perokok. Oleh karena itu untuk kebaikan di masa depan alangkah baiknya orang-orang bisa menambah kriteria tidak merokok dalam mencari pasangan. Sebab ini adalah salah satu cara untuk mencegah bertambahnya generasi perokok. Bayangkan saja, akan sangat sulit seorang ayah perokok untuk menegur anaknya yang masih kecil namun ketahuan sudah merokok karena pergaulannya.

Kedua, tambahkan intensitas kampanye anti merokok dan aturan atau undang-undang untuk membatasi pergerakan perokok. Solusi ini membutuhkan keterlibatan pemerintah. Eksekusinya misalnya iklan, selebaran tentang bahaya merokok termasuk gambar-gambar bahaya merokok di bungkus rokok sendiri. Tanda larangan merokok yang lebih besar dan mencolok di tempat-tempat umum termasuk kendaraan umum juga perlu ditambhakn. Sebab nampaknya tanda larangan merokok yang ada sekarang masih kurang besar bagi para perokok.

Dari sisi perundang-undangan sebenarnya sudah dirilis beberapa peraturan di beberapa kota yang melarang orang untuk merokok di gedung-gedung kantor. Misalnya Perda DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang mengancam denda sampai 50.000.000 rupiah untuk orang yang merokok di kawasan terlarang. Namun nampaknya dibutuhkan peraturan yang lebih kuat dari sekedar perda.

Hal lain yang bisa juga dilakukan adalah menaikkan harga rokok setinggi mungkin misalnya dengan menambah lagi nilai cukainya hingga harga rokok akan sangat mahal bagi kebanyakan orang. Sehingga pada akhirnya diharapkan orang akan berpikir berkali-kali untuk menjadi perokok.

Secara internasional ada sebuah perjanjian mengenai pembatasan peredaran tembakau di bawah konstitusi badan PBB WHO yang bernama WHO Framework Convention on Tobacco Control sejak tahun 2003. Hingga saat ini sudah 168 negara yang berpartisipasi dan Indonesia bukan diantaranya. Namun baru saja saya melihat berita di Channel NewsAsia, menteri kesehatan menyatakan kemungkinan Indonesia untuk menandatangani perjanjian itu tahun depan.

Bagaimanapun pada dasarnya tulisan ini tidak bermaksud menyerang perokok. Merokok atau tidak merokok adalah hak setiap orang. Namun orang yang tidak merokok juga punya hak untuk menikmati fasilitas publik tanpa terganggu asap rokok. Selamat hari tanpa tembakau sedunia.

Review Ranah 3 Warna

Negeri 5 MenaraJika tidak salah, saya lebih dari setahun saya punya buku ini dan baru sempat dibaca sekarang. Bahkan meski masih tersampul rapih, buku itu pun sudah menguning di sana sini.

Saya selalu senang membaca novel yang memberikan inspirasi. Saat membaca Edensor saya ingin kuliah ke Prancis. Setelah membaca 9 Summer and 10 Autumn saya ingin ke New York. Setelah membaca Ranah 3 Warna saya pun ingin ke Kanada.

Buku Ranah 3 Warna ini adalah sekuel dari Novel Negeri 5 Menara. Jika Buku pertama bercerita tentang masa Alif si tokoh utama nyantri di Pondok Madani, representasi dari Pesantren Gontor tempat penulis juga nyantri, maka buku kedua bercerita saat Alif kuliah di Bandung selepas dari pesantren.

Sama seperti buku pertama di novel ini Alif terus menjadi anak yang berbakti pada orang tuanya, mengikuti semua keinginan orang tua, meski tetap ada momen-momen tertentu di mana hati Alif memberontak, namun ia tidak pernah menunjukan itu. Perjuangannya di Bandung jauh lebih berat dibandingkan saat di pesantren. Tanpa memberi banyak bocoran intinya Alif merasakan berbagai macaam cobaan dalam bertahan agar tetap bisa kuliah.

Tag line dari novel ini adalah Man Sabara Zhafira, Siapa yang Bersabar maka ia beruntung. Sementara di novel pertama taglinenya adalah Man Jadda Wa Jadda yang artinya adalah barangsiapa bersungguh-sungguh maka akan berhasil. Jadi bersungguh-sungguh saja masih tidak cukup. Harus ada juga elemen kesabaran dalam proses tersebut.

Setelah merasakan berbagai ujian, Alif akhirnya bisa berangkat ke Kanada untuk pertukaran pelajar. Salah satu pesan yang sangat positif di novel ini adalah tetap menjaga baik nama Indonesia di mana pun kita berada. Meskipun tak terbantahkan banyak sekali hal-hal negatif yang harus diperbaiki di bangsa ini. Seperti carut marut politik, kemacetan kota-kota besar, kebiasaan kurang disiplin di beberapa orang, dan sebagainya, namun tetap tak patut kita menunjukan kekurangan-kekurangan tersebut ke orang lain. Sebenarnya istri saya pun pernah membahas hal ini ketika ia sempat ditanya entah oleh dosennya atau kawannya mengenai Indonesia.

Bicara gaya penulisan, saya tetap lebih suka gaya Andrea Hirata. Ia adalah satu-satunya penulis yang bisa membuat saya sedih dan sekaligus tertawa dalam halaman yang sama. Pada dasarnya gaya A Fuadi penulis novel ini baik, namun agak datar. Saya masih merasa karakter-karakter yang ada di buku itu tidak terlalu hidup. Namun pada kesimpulannya novel ini tetaplah buku yang sangat layak dibaca dengan segala pesan moral positif dan inspirasinya.

PS: Beberapa hari lalu akhirnya buku ketiga trilogi Negeri 5 Menara yang berjudul Rantau 1 Muara sudah diluncurkan.

Pernikahan Jarak Jauh: Tantangan dan Hikmahnya

Tanpa terlalu mengejutkan, ternyata sudah lebih dari satu tahun sejak post terakhir saya di sini. Sesekali saya terkadang menulis di blog yang lain, namun tetap konsistensinya masih jauh dari apa yang selalu saya resolusikan dulu-dulu. Di dunia penulisan, momen ketika penulis tak ada ide untuk menulis disebut dengan writers block. Bahkan ada video game yang mengambil ide dari fenomena ini. Menulis memang membutuhkan momen. Namun sebenarnya jika tak ada momen, paksaan pun seharusnya bisa dilakukan. Memaksa untuk menulis hingga terbiasa terpaksa hingga jadi biasa. Tanpa membuat post ini terlalu tak fokus, saya ingin mengambil momen perpisahan dengan istri sebagai ide post kali ini. Kami adalah suami istri yang menjalani pernikahan jarak jauh. Bukan hal enak yang untuk dijalani, namun saya percaya bahwa dalam setiap rencana Allah, ada hikmah yang bisa kita petik. Alih-alih berderai air mata sendirian karena ditinggal istri, nampaknya menumpahkan perasaan ke tulisan akan lebih elegan.

Kembali ke curhat. Saya post ini mulai ditulis, saya baru saja pulang dari Changi Airport. Hari ini adalah jadwal berangkat istri saya Indri ke Jerman. Tak terasa dia sudah hampir 4 bulan di Singapura. Sangat cepat sekali rasanya saat kami bersama. Beda dengan saat kami berjauhan, bagi saya waktu terasa berjalan melambat.

Sejak kami menikah lebih dari 1.5 tahun lalu, kebanyakan waktu kami memang tinggal berjauhan. Beberapa tulisan lalu barangkali pernah menyinggung sejarah ini. Saya dan Indri pertama kali bertemu di wawancara beasiswa kominfo Juni 2011. Alhamdulillah Indri dapat beasiswa dan alhamdulillah saya tidak dapat beasiswa namun justru mendapat Indri. Dalam waktu yang singkat kami berdua merasa cocok dan 5 bulan setelah itu melangsungkan akad nikah November 2011. Dengan Indri mendapat beasiswa, kami pasti akan tinggal berjauhan saat Indri kuliah. Selang 3 bulan setelah kami menikah Indri berangkat ke Jerman di Bulan Maret 2012, sementara saya sudah di Singapura seminggu setelah akad nikah. Kami berjauhan sekitar 5 bulan. Rasanya itu adalah 5 bulan terlama yang pernah saya jalani. Alhamdulillah lebaran Agustus 2012 Indri bisa pulang ke Singapura dan kami berlebaran di Indonesia. Selang satu bulan setengah kemudian Indri berangkat lagi ke Jerman. Setelah itu kami merancang pertemuan berikutnya. Awalnya saya berencana untuk pergi ke Jerman mengunjungi Indri. Namun menimbang biaya perjalanan yang mahal, akan sangat sayang jika berangkat ke sana hanya untuk satu dua minggu. Akhirnya muncul rencana kedua yaitu istri saya yang datang lagi ke Singapura. Apalagi perkuliahannya sudah hampir selesai dan tinggal Thesis. Jadilah setelah 5 bulan berpisah, kami berkumpul lagi di Februari 2013 hingga akhirnya tadi Indri kembali lagi ke Jerman.

Dari momen lama berjauhan dan sesekali berdekatan, saya merasakan bahwa pernikahan jarak jauh itu sangat tidak enak. Namun barangkali ini adalah takdir hidup kami di mana pasti ada hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik. Dari renungan sekilas saja, saya sadar, beberapa pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman ini. Satu, kami lebih menghargai waktu bersama-sama, sebab kami merasakan waktu saat tidak bersama itu sangat tidak mengenakan. Dua, belajar untuk menjalin komunikasi sebaik mungkin baik saat jauh apalagi saat dekat. Tiga, memotivasi saya untuk mengukir mimpi lebih tinggi dalam menyiasati jarak yang jauh antara kami.

Saya akan membahas mulai dari yang pertama, masalah menghargai waktu bersama. Saat berdekatan kami bisa pergi kemana pun kami mau dan melakukan hal apa pun setiap waktu. Makan bersama, nonton, shalat berjamaah, ngobrol atau hanya bercanda-canda. Pengalaman sering berjauhan adalah trigger yang cukup efektif untuk kami lebih mengelola waktu berkualitas bersama. Jatuh cinta sejati itu adalah cinta setelah menikah. Pacaran yang terindah itu adalah pacaran setelah menikah juga.

At Gate of GWK Bali

At Gate of GWK Bali

Saat Februari lalu Indri datang, kami langsung berangkat ke Bali dan Lombok untuk second honeymoon. Honeymoon pertama dulu cuma sempat ke Malang, sebab dulu masih “kere”. Bulan Maret kami menghadiri nikahan kawan di Bandung sambil jalan-jalan dan sedikit misuh-misuh dengan kemacetan Bandung yang sangat ajib. Saat kangen masakan Indonesia, sesekali kami menyeberang ke Batam untuk berburu makanan. Berangkat ke Batam dengan tas kosong kami pulang ke Singapura dengan tas penuh bahan makanan dan borongan buku gramedia. Akhir April lalu, saya berkesempatan ke Amsterdam untuk wawancara di Booking.com. Meski pada akhirnya tidak dapat job offer. Semua persiapan dari mock interview dan pengurusan visa semuanya disiapkan Indri. Bahkan Indri juga yang memotret photo untuk visa sekaligus mengeditnya. Tak kurang dia pun menemani saya dua kali datang ke kedutaan Belanda di Orchard untuk submit dokumen hingga mengambil kembali visanya. Bicara jasa besar, peran istri saya memang benar-benar tak tergantikan. Bahkan, awal Mei lalu kami pindah apartemen dan Indri yang paling repot menyiapkan semuanya. Belanja beberapa barang-barang baru di Mustafa dan juga yang paling capek mengepak dan menata barang-barang dari apartemen lama di Sturdee View ke apartemen baru di Central Meadows menggunakan taksi 2 balik.

Kondangan ke Bandung

Kondangan ke Bandung

Saat tidak kemana-mana, setiap akhir pekan sesekali kami akan makan bareng di Geylang Serai sebuah food court halal terbesar di Singapura. Setelahnya kami akan ke pasar atau supermarket belanja kebutuhan masak. Saya selalu geli melihat Indri selalu bersemangat membayar belanjaan di self checkout Fair Price. Di situ kami menscan barcode barang-barang dan menggesek sendiri kartu kredit atau kartu debit untuk membayar belanjaan. Sesekali kami akan mampir ke perpustakaan untuk mengembalikan atau meminjam buku-buku yang terkadang memang jarang saya baca. Tapi saya baca kok sesekali.

Saat hari kerja, terkadang saya sering sedih meninggalkan Indri di apartemen. Akomodasi di Singapura adalah salah satu yang termahal di dunia. Menyewa satu unit apartemen ada di luar budget kami. Oleh karena itu sebagian besar orang biasanya menyewa kamar dan berbagi dengan orang-orang lain. Kasihannya saat harus ke kamar mandi dan ke dapur tidak seleluasa bila punya rumah sendiri. Sore hari setelah kerja Indri terkadang menjemput saya ke kantor atau ke rumah sakit di mana kantor saya menjadi vendor. Kantor saya sendiri di Fujitsu yang berlokasi di Science Park 2 dengan MRT terdekat di Haw Par Villa. Dulu saya sering juga pergi ngantor ke Mount Alvernia Hospital. Namun di perpanjangan kontrak yang baru saya dipindahkan ke proyek lain sehingga sesekali sekarang saya pergi ke Changi General Hospital yang dekat dengan Simei MRT. Salah satu alasan istri saya menjemput ke kantor adalah untuk bisa menghabiskan waktu lebih banyak bersama. Memang benar waktu bersama adalah momen yang sangat berharga bagi kami.

Hikmah long distance relationship yang kedua adalah membangun komunikasi dengan lebih baik. Pilar utama hubungan antara manusia adalah komunikasi. Komunikasinya pun idealnya komunikasi yang datang dari hati. Terkadang jarak dekat pun tak menjamin komunikasi yang baik. Contohnya ada banyak juga hubungan suami istri atau orang tua anak yang meski tinggal serumah tapi jarang bicara. Kalau pun bicara bukan dengan cara yang akrab.

Beruntung kami hidup di jaman modern di mana komunikasi canggih dan murah banyak tersedia. Kami biasa menggunakan Viber untuk voice call murah, Whatsapp untuk pesan teks dan Skype untuk video call. Bahkan sering kali Skype kami online 24 jam sehari setidaknya saat kami di kamar kami bisa merasakan seakan ada di kamar yang sama. Dulu saya juga rajin mengirim email cinta pada istri. Biasanya diakhiri dengan PS: I love you. Kalimat yang dipetik dari drama komedi favorit kami. Satu hal penting yang saya pelajari dari istri saya adalah kepedulian bertanya. Hampir setiap waktu ketika kami Skype atau Viber atau Whatsapp ia akan selalu bertanya, bagaimana hari saya, bagaimana pekerjaan. Bentuk komunikasi sederhana yang namun sangat memberikan perhatian mendalam. Sesuatu yang tidak pernah saya dapat sebelumnya.

Bentuk khas lain komunikasi Indri adalah kesenangannya menemukan terminologi-terminologi baru. Ketika Allah menjodohkan manusia, biasanya kita akan dipertemukan dengan komplemen kita. Saya cenderung serius dan kaku akhirnya dipertemukan dengan Indri yang super lucu dan polos. Bukan hal yang jarang tingkah, polah, dan celetukan Indri yang akan membuat saya tersenyum dan bahkan terpingkal-pingkal. Saat baru menikah, saya mengajak Indri menemui ayah kandung saya yang super serius. Bahkan di kali pertama bertemu bapak saya dengan eksplisit memberi komentar bahwa Indri itu orangnya lucu ya. Kembali ke masalah terminologi, entah sudah berapa banyak terminologi-terminologi lucu yang pernah ia lontarkan. Namun yang paling berkesan saat ini ada dua. Dua kata itu adalah contoh panggilan sayang yang ia gunakan pada saya. Namun panggilan sayang yang tidak jamak. Yang pertama adalah dutsidut dan yang kedua adalah putlili. Dutsidut dia bilang berasal dari kepanjangan kata gendut tapi seksi. Sementara putlili adalah permutasi dari kata liliput. Itu hanya dua contoh dari puluhan celetukan lucu dan senandung-senandung spontan yang sering ia lakukan. Namun dibalik kesenangannya bercanda, Indri pun adalah partner yang luar biasa juga saat berdiskusi hal yang serius. Dia pendengar yang baik sekaligus juga pengkritik yang lembut dan sabar.

Wedding Anniversary Surprise Cake

Wedding Anniversary Surprise Cake

Ada satu poin lain dari hal komunikasi yang saya pelajari dari Indri. Ia adalah gadis yang suka memberikan kejutan. Dua kali saya ulang tahun semenjak menikah ia mengirim cake ke kantor. Dua kali ulang tahun pernikahan kami ia juga mengirim cake dan ikatan bunga ke kantor. Saat ia mengunjungi setiap kota di Jerman, tak pernah ia lupa mengirim kartu pos cinta. Saat ia ke Vienna ia membelikan saya sebuah kue jahe berbentuk hati bertuliskan Ich Liebe Dich. Kue jahe itu hingga kini masih tergantung di kamar saya. Kesan terakhir yang ditinggalkan Indri baru-baru saja adalah 19 Mei lalu saat pernikahan kami menginjak 1.5 tahun. Entah dapat ide dari mana seperti biasa ia senang sekali memasak. Pagi itu ia membuat sup kepiting yang enak seperti biasanya. Namun tidak sekedar itu dia menyajikan makan pagi kami itu di meja dengan apiknya. Bahkan ia taruh smartphonenya di meja makan di mana di sana sudah ada tulisan tangannya “Happy Wed 1.5 Anniversary”. Sebuah media komunikasi yang sebenarnya sederhana namun teramat sangat berkesan untuk saya.

Hikmah ketiga, adalah motivasi diri. Dengan tinggal berjauhan saya selalu mencoba mencari cara bagaimana agar bisa menyusul Indri. Contohnya setelah gagal di beasiswa kominfo 2011 di mana saya bertemu Indri saya melamar ulang di tahun 2012. Namun gagal lagi. Dalam rentang 2011 hingga 2012 saya pun melamar berbagai beasiswa yang ada dengan salah satu harapan bisa sekolah ke Eropa juga

Wedding Anniversary Crab Soup

Wedding Anniversary Crab Soup

dan bisa dekat dengan Indri. Selain dari jalur mencari beasiswa saya pun mencoba dari jalur mencari kerja. Salah satu ikhtiar mencari kerja yang nyaris menggapai mimpi saya adalah saat April lalu saya wawancara di kantor booking.com Amsterdam. Kami sudah cukup berangan-angan saya bisa pindah ke Eropa dan menemani istri saya menyelesaikan kuliah. Namun barangkali itu masih belum rejeki kami sebab usai seminggu setelah wawancara, ternyata saya masih belum mendapatkan job offer. Berkali-kali gagal alhamdulillah tidak menyurutkan mimpi dan motivasi saya mengejar mimpi untuk sekolah yang tinggi atau bekerja menambah pengalaman untuk mencapai tujuan akhir menjadi insan yang bisa bermanfaat bagi orang-orang di sekitar. Setabah-tabahnya tinggal berjauhan kami tetap berharap bisa berkumpul lagi segera selayaknya rumah tangga lainnya.

Tak terasa juga post ini sudah terlalu panjang. Ditulis sedari Indri take off dari Changi 2 hari lalu, hingga sekarang ia sudah sampai di Ilmenau. Di akhir post saya ingin menuliskan sebuah quote bagus dari seorang kawan.

“In the dark time, my past time was best for me at that time. I realize that now, once I am in the spotlight.”

Love Cake

Love Cake

Pesan dari quote itu kurang lebih adalah hidup itu perjuangan. Naik turun susah mudah sedih senang jangan pernah menyerah. Sebab semua pengalaman hidup itu adalah berharga dalam menggapai mimpi kita. Special thanks to wifey yang selalu menjadi partner terbaik dalam mengingatkan dan memotivasi tiada henti.

Untuknya PS: I Love you

Central Meadows, 27 – 29 May 2013