Sepertinya sejak awal saya memang ditakdirkan menjadi rider sejati (haha lebay). Sebenarnya sih alasan yang lebih tepat karena belom mampu beli mobil. Namun bagaimana pun, ngaspal bareng motor memiliki nuansa kenikmatan tersendiri dibanding duduk santai di belakang kemudi bulat. FYI I can drive meski ga lancar, dan bahkan saya sudah punya SIM A hampir lima tahun (yang baru saya pake beberapa kali :p). Jadi ga ada kecemberuan sosial motor versus mobil di sini. Ngaspal bareng motor itu nikmat saat dapat menerpa angin, merunduk mengejar speed, berebahan di jalan berkelok, adu adrenalin saat menyalip kendaraan-kendaraan besar di jalur padat. Tak berlebihan jika ada ungkapan terkenal yang mengatakan four wheels move your body, two wheels move your soul.
Pada kesempatan ini saya akan membahas CBR 250R. Si mahkluk ini membuat saya belingsatan beberapa hari ini. Jumat 25 Februari 2011 kemarin CBR resmi diluncurkan di pasar Indonesia. CBR 250R dirilis dalam 2 versi. Versi non-ABS seharga 39.9 juta dan versi ABS 46.5 juta OTR Jakarta.Meski harganya sudah mendekati beberapa harga mobil bekas jadul, sejak tanggal rilis tersebut saya tetap benar-benar kalap. Kalap karena saya benar-benar jatuh cinta dan ingin memiliki sosok anggun beroda dua tersebut meski harus tetap rela kehujanan dan kepanasan. Namun saya mawas diri bukan turunan bangsawan juga tak bernama awal Raden (Raden Jon Kartago Lamida wkwkwk lucu juga) yang punya uang cukup untuk membayar lunas sang CBR. Tapi there is a will must be there is a way. Lanjut…
Barangkali CBR adalah motor premium Honda pertama yang dipasarkan secara masal. Barang baru tentunya akan mengundang rasa penasaran yang sangat besar. Setelah peluncuran Honda Indonesia langsung membuka aplikasi pemesanan online di portal welovehonda.com untuk top 250 pembeli pertama. Seperti tersihir saya langsung saja mengisi form dengan sejenak menggeser akal sehat bahwa motor ini bukan motor murah. Namun sejenak saya tak peduli sejak ramai diperbincangkan khalayak, saya sudah jatuh hati kepada motor ini. Semua orang tahu cinta itu buta (haha).
Pertanyaan berikut yang berkembang adalah kenapa harus CBR? Alasan pertama sebenarnya saya lebih naksir kakak jauh dari CBR Honda VFR 1200 (desain mereka cukup mirip). Namun harganya yang hampir 16.000 dollar minus pajak impor yang pasti gila-gilaan akan terlalu gila untuk merelisasikan mimpi itu (sejujurnya saya juga tak terlalu serius dengan igauan pertama ini).
Alasan kedua adalah CBR adalah motor global. Berbeda dengan tipe-tipe lokal atau regional, CBR akan dipasarkan keseluruh dunia dengan spesifikasi detail yang tak terlalu jauh berbeda. Sebagai contoh sekarang saya memakai V-Ixion. Saya pernah melihat V-Ixion sewaktu ke Kuala Lumpur (entah di sana namanya apa). Namun saya ragu akan ada V-Ixion di luar regional Asean. Beda kasus dengan CBR yang akan ada di seluruh penjuru dunia. Mengutip tulisan yang membahas Kawasaki Ninja yang juga adalah merk global, sama juga dengan CBR, pemilik CBR akan memiliki komunitas yang sangat luas dalam berbagi, berdiskusi dan mencari informasi terkait motor tersebut.
Alasan ketiga, CBR adalah motor yang sudah benar-benar sport dengan full fairingnya. Setiap motor memiliki nuansa rasa berbeda. Naik skuter akan beda rasa dengan naik motor bebek dana akan berbeda pula dengan naik motor sport. Motor sport dengan salah satu identifikasi utama tangki bensin besar di depan dan biasanya berkopling manual benar-benar merepresentasikan sesuatu yang sangat keren, macho dan benar-benar laki. CBR sangat mewakili feel ini. Ditambah lagi dengan full fairing tadi benar-benar menggambarkan kegagahan yang luar biasa.
Alasan keempat, CBR adalah Honda. Membangun brand itu adalah hal yang sangat berat. Honda pun membutuhkan waktu puluhan tahun untuk bisa berdiri sebagai merk yang benar-benar membekas di hati konsumen. Apalagi di Indonesia meski beberapa belas tahun Honda seakan terlalu pasif mengeluarkan produk-produk bagus, namun sebagian besar orang sudah benar-benar terpatri bahwa motor itu ya Honda. Secara ekstrim contohnya di Padang kampung halaman ayah saya bahkan orang mensubstitusi secara eksplisit kata “motor” dengan “Honda”. Saya mau ke sekolah naik motor menjadi saya mau ke sekolah naik Honda. Padahal belum tentu motornya itu Honda. Masih berkaitan dengan merk, berbeda dengan brand lain jangkauan after sales Honda di Indonesia benar-benar luas. Jadi akan terasa lebih terjamin secara tidak langsung.
Alasan kelima, mesin CBR 250cc. Semakin besar cc mesin biasanya powernya akan lebih besar dengan kompensasi konsumsi BBM yang lebih banyak dan perawatan yang lebih mahal. Artinya CBR 250 akan memiliki kesan luxurius (walaupun bisa jadi bulan-bulan depan akan berjibun CBR 250R di jalanan). Motor terakhir saya hanya berkubikasi 150 cc. Penasaran sejak dulu mencoba mesin dengan power yang lebih besar.
Alasan keenam, CBR sudah didesain dengan sangat bagus. Sebagai catatan ini adalah pendapat subjektif saya. Saya tidak mengerti mesin dan saya juga bukan orang desain. Secara fisik dan tampilan saya merasa sangat puas. Tampilan ini juga yang membuat saya sejak awal kesengsem dengan motor ini. Desain fairing adalah pas menurut saya. Tidak terlalu gemuk namun tetap terlihat cukup berisi. Speedometernya bahkan sudah digital dan cukup cantik. Buntutnya terlihat apik bagi saya.
Sektor mesin CBR 250R sudah menganut sistem injeksi satu silinder. Sekali lagi saya tidak mengerti mesin. Namun saat membandingkan injeksi versus karburator kita seharusnya sepakat dalam beberapa hal injeksi itu lebih canggih. Namun setiap teknologi pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Demikilan juga dengan jumlah silinder yang hanya satu. Di internet sejak jauh hari sebelum pembrojolan CBR 250R banyak sekali ribut-ribut yang mempertentangkan CBR versus ninja. Saya pribadi berpendapat tidak ada produk yang sempurna. Baik Ninja maupun CBR pasti punya nilai plus min masing-masing. Tergantung preferensi pribadi lebih condongnya kemana. Salah satu ribut-ribut misalnya mempermasalahkan satu silinder CBR versus dua silinder ninja. Saya pribadi tak peduli. Mau satu silinder atau tujuh silinder asalkan saya bisa ride dengan nyaman itu sudah cukup.
Lanjut ke masalah sektor rem. CBR sudah menggunakan cakram depan belakang (kebangetan motor 40 juta masih pake tromol). Versi ABS tentunya sudah menambah ABS ke pengereman. Dari sedikit yang saya paham intinya ABS itu mencegah roda mengunci ketika mengerem di jalan licin, seperti jalan becek atau pasir. Saat roda mengunci biasanya motor akan hilang kendali. Dibelokan tidak akan mau belok. Jarak henti juga akan jadi jauh (itu pun kalo tidak jatuh, amit2). Dengan ABS, sistem komputer akan membaca apakah roda terkunci atau tidak saat rem mendadak. Bila roda terkunci dan ridar mengubah arah maka ABS akan melepas rem sejenak agar motor tetap dapat terkendali. Intinya sih ABS itu perangkat safety untuk mempermudah rem mendadak di kondisi tak baik (please CMIIW kalau ada statementnya yang salah).
Hal yang kurang dari CBR adalah masalah shutter key yang masih standard kalah dengan vario dan kawan-kawan yang sudah bermagnet. Jadi agak ngeri kalau ditinggal di parkiran dan minus sistem alarm juga.
Bagian terakhir saya ingin sedikit membahas masalah pergunjingan orang-orang yang menandingkan CBR 250R dengan Ninja 250. Hal ini sebenarnya adalah hal yang sangat wajar. Melihat dari kubikasi mesin 2 motor ini terlihat mengarah pangsa pasar yang sama. Namun seperti juga banyak dibahas di internet, masing-masing motor sebenarnya memiliki sisi unik tersendiri yang tak perlu diperdebatkan. Dari beberapa komparasi yang sempat saya baca, masalah power dan top speed CBR memang kalah dari Ninja. Namun hal tersebut bukanlah masalah untuk saya. Saya bukan speed addict yang gila-gilaan. Saya masih sayang hidup yang cukup berkendara di speed yang wajar (di atas wajarnya sekali-sekali saja di jalan lurus mulus yang sepi :p). Kemudian masalah perbandingan desain Ninja yang agak gemuk dan berisi versus CBR 250R yang terlihat agak cungkring. Ini juga bukan masalah untuk saya. Saya tidak memungkiri Ninja punya desain yang gagah dan terlihat seperti moge. Pada awalnya saya pun sempat terbesit untuk memiliki sebuah Ninja. Namun hasrat tersebut tidak sebesar ketika CBR keluar dan saya benar-benar menginginkan CBR. Jadi untuk kesekian kali saya tekankan, tidak ada gunaknya ribut-ribut mempertentangkan yang mana lebih bagus Ninja versus CBR. Sebab tidak ada yang diuntungkan dengan pertentangan tersebut. Bagi individu yang mencari pilihan antara 2 motor tersebut ya silakan lakukan SWOT analysis sendiri untuk mendapat pilihan paling cocok bagi dirinya.
Demikian barangkali selintasan pemikiran saya pribadi berkaitan dengan launching CBR 250R. Saya sendiri bukan rider Ninja belum pula menjadi rider CBR 250R. Apa yang saya diskusikan di sini hanya wacana ketertarikan saya terhadap motor terbaru Honda Indonesia tersebut.