Menetapkan Keputusan dan Menentukan Pilihan

Dalam setiap hari yang dijalaninya, manusia tidak terhindar dari kebutuhan untuk menarik keputusan. Mulai dari saat pagi hari ketika alarm berbunyi, orang harus memilih bergegas bangun atau sekedar bangun untuk mematikan alarm kemudian tidur lagi. Ketika akan makan orang pun harus memutuskan hendak makan dengan apa, seberapa banyak, atau memilih untuk tidak makan terlebih dulu. Ketika bertemu orang lain kita pun harus memilih apakah akan menyapanya atau cuek-cuek saja. Ketika pergi ke suatu tempat orang pun harus memutuskan jalur mana yang hendak diambil. Ketika jalanan sedang macet kembali kita pun bebas memutuskan untuk tetap berkendara santun atau menyeradak-nyeruduk supaya cepat sampai tanpa mempedulikan kenyamanan orang lain. Untuk segala keputusan yang perlu ditarik, manusia telah memiliki sepasang tool sempurna yang sudah menjadi package built in dalam dirinya. Hanya saja versi dan keampuhan dari tool tersebut bergantung dari seberapa sering kita mengupgradenya. Mereka adalah otak dan hati.

Dalam kebanyakan kondisi menetapkan keputusan dari beberapa pilihan bukanlah hal yang sulit. Apalagi bila keputusan atau pilihan yang harus diambil bukanlah hal yang kritis. Namun sesekali kita tiba pada tempat dimana keputusan yang harus ditetapkan atau pilihan yang harus diambil adalah sangat penting. Pilihan yang akan menetukan garis kehidupan dan nasib kita. Tentu saja akan ada banyak kekhawatiran bila kita sampai salah mengambil pilihan. Dalam keadaaan seperti ini otak dan hati sering kali dianggap tidak cukup untuk menetapkan keputusan. Manusia terkadang perlu meminta saran atau masukan dari orang lain. Namun yang menggelikan, terkadang semakin banyak kita meminta saran, justru semakin kita bertambah bingung dan gamang. Semakin banyak pendapat dan pilihan. Tentu saja juga saran dan masukan dari orang lain tetap tidak memaksa kita untuk tunduk patuh. Jawaban terakhir tetap ada di hati kira sendiri. Orang sering menyebutnya dengan kata hati. Suatu suara bulat dari dalam hati akan suatu kebenaran.

Menarik keputusan bukanlah hal yang mudah. Menarik keputusan juga tidak bisa kita hindari. Saat kita semakin beranjak dewasa, diri kita telah benar-benar berpijak di kaki sendiri. Segala arah tujuan dan hal-hal yang kita lakukan sepenuhnya ditentukan oleh kita. Mulailah dari otak, bila belum cukup gunakan hati, bila masih kurang tanya pendapat orang, bila masih kurang tanya hati lagi secara lebih mendalam, bila belum juga cukup tanyalah Allah melalui istikharah.

Bila akhirnya keputusan telah ditetapkan dan pilihan telah diambil, tidaklah perlu ada sedikitpun sesal kemudian. Pertama waktu tidak bisa dibalik. Kedua pilihan dan ketapan kita telah kita pikirkan dan renungkan dengan baik-baik bukan sekedar asal-asalan. Inilah kehidupan sebagai manusia, tidak dapat mengindarkan diri dari keputusan dan pilihan. Bila anda tidak sanggup, mungkin ada kambing yang mau bertukar peran dengan anda? Katanya menjadi kambing tidak perlu susah-susah berpikir. 🙂

Menolak Job Offer

Tentang menolak tawaran kerja.

Pekerjaan di jaman sekarang ini sulit dicari. Masih rasionalkah menolak pekerjaan di kondisi saat ini?

Lulus kuliah adalah sebuah pencapaian besar. Dari momen itulah kemudian akhirnya kita bisa melihat dunia yang sebenarnya. Dunia penghidupan dengan segala pergulatannya. Mencari nafkah, menghasilkan uang untuk membangun rencana di masa depan.

Setelah surat lamaran kerja ditebar, tidak lama undangan untuk wawancara dan tes pun akan berdatangan. Bila kita memang memiliki kualifikasi yang bagus, tahapan job offer (tawaran kerja) hinggga penandatanganan kontrak bukanlah hal yang terlalu sulit untuk dicapai. Disini adalah momen yang agak mendebarkan. Wawancara mungkin mendebarkan, tapi semakin sering saya melakukannya, saya merasa sudah terbiasa dan menjadi merasa biasa-biasa saja. Sementara job offer dan penandatanganan kontrak adalah hal yang lain. Di job offer kita diberi pilihan untuk menerima atau menolak tawaran yang diberikan. Meski agak aneh bila kita menolak tawaran yang pada tahapan awalnya kita mengusahakan mati-matian.

Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan saat tawaran kerja. Orang kebanyakan akan merujuk pada masalah gaji. Tidak salah, namun nampaknya tidak semua hal dapat dihargai dengan uang. Mari kita sebut saja pengalaman dan ilmu. Hal lain yang harus diperhatikan pada saat job offer dapat dimulai dari lingkungan kerja, jam kantor dan pakaian. Lah kok kayak gitu, sepertinya aneh banget? Memang itulah yang ada di pikiran saya.

Pertama lingkungan kerja. Ini terdiri dari beberapa hal. Pertama suasana kantor, orang-orang yang ada di sekitar kita, bos, partner. Mungkin sebagai calon pegawai baru kita tidak bisa mendapat informasi lengkap mengenai kondisi ini. Tapi setidaknya usahakan bisa mendapat gambaran mendasar.

Kedua jam kantor. Pada umumnya jam kerja memiliki patokan baku yang umum. Sembilan jam perhari 5 hari seminggu. Dalam masa tersebut kita benar-benar harus enjoy dalam bekerja. Sebuah siksaaan yang teramat berat bila kita tidak dapat menikmati kondisi itu. Jadi jika jam kerja dari kantor agak sedikit keluar dari patokan tersebut harus dijadikan pertimbangan juga. Misal. meskipun gaji besar namun harus bekerja 7 hari seminggu bukanlah pilihan yang terlalu enak. Demikian juga bila harus bekerja lebih dari 9 jam perhari.

Ketiga adalah pakaian kerja. Tidak terlalu penting tapi tetap menjadi preferensi yang terkadang saya pikirkan. Sejak dulu saya senang melihat gaya-gaya pakaian kerja orang teknik di perusahaan tertentu. Bebas, celana jeans, kemeja, sepatu boot. Keren. Namun saya juga senang melihat style eksekutif-eksekutif muda yang terlihat sangat gaya dengan tampilan fashion mereka. Kebanyakan orang Jakarta juga pernah terkesan dengan kerennya seragam Trans TV. Untuki pekerja perempuan, saya pikir bila kantor mengharuskan anda berpakaian yang tidak sesuai dengan nilai personal anda, itu pun harus benar-benar menjadi bahan pertimbangan. Lebih baik tidak usah kerja dari pada kerja namun katakanlah harus berpakaian mini dan pamer aurat.

Itu adalah beberapa pertimbangan yang memang agak kurang penting berkaitan dengan proses job offer. Hal penting lainnya sebenarnya jadilah diri yang selalu memiliki kualitas unggul. Banyak skill, punya kapabiltas mendalam, kepribadian yang baik dan daya pikir yang jenius. Saya sakin pribadi semacam ini tidak perlu susah-susah “mencari”. Orang-orang seperti itu akan dicari. Bila kita sudah sampai tahapan seperti itu, menolak job offer pun tidak perlu terlalu menjadi beban, sebab masih banyak tempat membutuhkan kita (tanpa harus sombong tentunya).

Intinya dalam memilih sesuatu pilihlah yang paling sesuai kata hati kita. Bukan hal yang baik juga bila kita melakukan sesuai dengan hati kita.Apa pun pilihan yang akhirnya diambil, baik menerima tawaran kerja meski gajinya agak kurang, tempatnya agak jauh, atau menolak tawaran kerja karena kita yakin bahwa dengan kapabilitas kita, nikmati pilihan itu. Jangan jadikan beban dan biarlah hidup mengalir dengan tetap merencana. Tidak ada satu mahkluk hidup pun yang luput dari ketetapan yang Di Atas. Rejeki pun tidak akan pernah lari ke orang lain. Jadilah insan yang tegas dalam memilih sambil tidak pernah berhenti berikhtiar.